Semarang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah menerbitkan surat edaran berisi larangan lembaga penyiaran menyiarkan hasil hitung cepat (quick count) pemilihan presiden (pilpres). Hal itu untuk menghindari konflik dan keresahan masyarakat terhadap klaim pemenang pilpres 2014.

Melalui surat Imbauan Nomor 480.1/271.1 tanggal 10 Juli 2014, KPID Jawa Tengah meminta seluruh lembaga penyiaran nasional maupun lokal di Jawa Tengah untuk tidak menyiarkan hasil hitung cepat Pilpres 2014.

Koordinator Bidang Isi Siaran KPID Provinsi Jawa Tengah, Asep Cuwantoro menyampaikan, surat himbauan tersebut bedasarkan hasil aduan masyarakat Jawa Tengah serta hasil kajian terkait polemik penyiaran hitung cepat sejumlah lembaga survei.

"Meski pilpres telah usai, namun saat ini publik dibingungkan dengan adanya perbedaan hasil survei hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei, " kata dia di Semarang, Jumat 11 Juli 2014.

Kata Asep, setidaknya ada empat lembaga survei mengklaim pasangan nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa unggul dan delapan lembaga survei mengklaim pasangan nomor urut 2, Joko Widodo-Jusuf Kalla memenangi pilpres 9 Juli lalu. "Kejadian ini pertama kali sejak Indonesia menyelenggarakan pilpres secara langsung, " imbuh dia.

Menurutnya, hasil hitung cepat yang disiarkan oleh sejumlah media lokal maupun nasional saat ini justru memicu perpecahan di masyarakat. Padahal, hasil resmi Pilpres 2014 tetap mengacu pada penghitungan suara oleh KPU, bukan lembaga survei.

Media, kata Asep, harus hati-hati menyiarkan hitung cepat. Lembaga survei seharusnya dipilih yang benar-benar kredibel. "Kalau sudah begini, kelak quick count sudah tidak dipercaya lagi oleh publik,” ujar dia.

Lebih lanjut Asep menyatakan, ada kekhawatiran bahwa polemik hitung cepat membuat netralitas media dan lembaga survei akan hilang. Opini publik sudah terlanjur terbentuk bahwa sebagian media berafiliasi dengan peserta pilpres. Bahkan quick Count yang sudah sulit dipercaya.

“Makanya kami edarkan ke seluruh lembaga penyiaran. Agar tidak menimbulkan kontroversi berkepanjangan. Lebih baik kita imbau media untuk tidak menyiarkannya hitung cepat lagi,” katanya.***

Semarang - Untuk memastikan lembaga penyiaran tidak menyiarkan siaran kampanye pemilihan umum presiden dan wakil presiden di masa tenang, KPID Provinsi Jawa Tengah (Jateng) melakukan pemantauan langsung ke lokasi lembaga penyiaran. Pantauan bersifat inspeksi mendadak (sidak) dilaksanakan mulai tanggal 4 hingga 8 Juli 2014. Tujuh komisioner KPID dengan didampingi Sekretariat turun langsung dibeberapa wilayah diantaranya kabupaten Demak, Kudus, Jepara, Grogoban, Salatiga, Klaten, Semarang, dan Kendal.

Selain pemantaua langsung, KPID juga tetap memantau melalui alat pantau yang ada di Kantor KPID Jateng Jl. Trilomba Juang No.6 Semarang. Sebagaimana diketahui, KPID memiliki 11 tenaga pemantau yang ditugaskan merekam dan memantau siaran televisi nasional dan lokal dari detik ke detik. Untuk memantau radio dan televisi yang ada di daerah, KPID dibantu oleh kelompok pemantau (empat orang) di setiap kabupaten/ kota.

Menurut Asep Cuwantoro, Koordinator Bidang Pembinaan dan Pengawasan Isi Siaran KPID Provinsi Jawa Tengah tujuan pemantauan lapangan tersebut adalah untuk mendapatkan informasi, data dan fakta terkait kepatuhan lembaga penyiaran pada peraturan siaran pemilu. Apabila ditemukan pelanggaran, KPID akan memberikan sanksi sesuai kewenangannya dalam Undang-undang Penyiaran nomor 32 tahun 2002 dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Selain tidak menyiarkan iklan pemilu di waktu tenang, Asep berharap radio dan televisi kreatif menyiarkan iklan layanan masyarakat (ILM) seputar informasi pemilu pilpres. ILM tersebut diharapkan dapat meningkatkan tingkat partisipasi pemilih. “Lembaga penyiaran sebagai salah satu pilar demokrasi harus ikut mensukseskan pemilu pilpres, harus kreatif dan jangah apatis karena bersiaran menggunakan frekuensi publik” tegas Asep melalui release yang dikirim ke redaksi.

Asep juga berharap radio dan televisi lokal di Jateng dapat memberikan informasi seputar pemilu pilpres melalui siaran berita, dialog, talkshow, dan acara lainnya untuk mengimbangi siaran televisi nasional yang cenderung berpihak dan tidak proporsional. “Radio dan televisi di Jateng jangan ikut-ikutan berpihak pada salah satu pasangan Capres dan Cawapres, karena akan menodai ruh lembaga penyiaran sebagai institusi bisnis yang menggunakan frekuensi milik publik”. Pungkas Asep.***










Palu – Gerakan Literasi Media harus dikembangkan menjadi gerakan kultural. Gerakan ini harus didukung penuh semua pihak khususnya semua pemerintah daerah. Gerakan kritis dan sadar media oleh masyarakat dapat menekan perubahan siaran menjadi lebih baik dan mendidik.

Wakil Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Sudarto saat membuka kegiatan Literasi Media di Palu, pekan lalu, 11 Juni 2014, mengatakan, semua pemerintah daerah harus mendukung gerakan literasi media sebagai upaya mendorong terciptanya siaran yang baik dan mendidik. “Kami sangat mendukung gerakan literasi media,” katanya di depan peserta literasi media yang berlangsung di Hotel Sultan Radja.

Sementara itu, di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily sangat mengapresiasi dukungan dari Pemda Provinsi Sulteng terhadap gerakan literasi media. “KPI terus mendorong gerakan literasi media menjadi bagian dalam program pendidikan dasar. Kami berterimakasih atas dukungan dari Wagub untuk terus mendukung gerakan ini,” paparnya.

Dalam presentasinya, Lily mengulas bagaimana gerakan literasi media harus tertuju pada sasaran yang tepat yakni anak-anak dan remaja karena mereka rentan dari dampak siaran. Anak-anak khususnya, belum memiliki daya saring dan mudah terpengaruh oleh siaran.

“Karena itu, saya mengajak para ibu-ibu untuk turut aktif dan cermat memperhatikan kebiasaan menonton anak-anak. Ibu-ibu harus menjadi guru di rumah ketika anak-anak menonton siaran televisi. Jika siaran itu tidak baik dan berdampak baik, harus segara mencari alternatif siaran lainnya yang mendidik atau melarang menonton,” jelasnya.

Namun demikian, lanjut Lily, siaran televisi bukanlah satu-satunya penyebab perilaku tidak baik pada anak-anak seperti lingkungan, game on line, dan faktor lainnya. “Tapi melihat kualitas siaran televisi kita saat ini, tidak salah jika KPI berpendapat siaran televisi telah memberikan sumbangan negatif terhadap masalah perilaku tidak bermoral pada anak-anak atau yang menimpa mereka,” katanya.

Anggota DPRD Sulteng Sri Indraningsih Lalusu mengatakan media atau siaran yang penuh kekerasan memiliki kecenderungan mengarahkan bagaimana perilaku orang atau anak-anak untuk berbuat kekerasan. “Kekerasan terhadap ibu dan anak sudah cukup banyak. Ini harus dihentikan,” katanya.

Acara dihadiri peserta yang sebagian besar dari perwakilan organisasi perempuan di Sulteng, turut mengeluhkan program berita kriminal. Menurut mereka, isi beritanya menakutkan dan mengerikan. Mereka berharap berita-berita kriminal dapat dikemas secara baik dan tidak mengerikan penonton. ***

Jambi – Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus, menetapkan tujuh Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jambi terpilih untuk masa bakti 2014 – 2017. Ke tujuh Anggota KPID yang ditetapkan merupakan hasil penetapan fit and propertest atau uji kelayakan yang dilakukan Komisi A DPRD Jambi, beberapa waktu lalu.

Penetapan tersebut dijelaskan dalam surat keputusan Gubernur Jambi yang diterima KPI Pusat, Kamis, 26 Juni 2014.

Ketujuh Anggota KPID Jambi terpilih dan sudah ditetapkan tersebut yakni Beri Hermawati, Ertati Ahmad (Ketua KPID), Muhaimin (Wakil Ketua KPID), Agus Slamet Nugroho, Thohri Yasin, Rupi Udin, dan Salahudin. ***

Semarang – Wakil Rektor Universitas PGRI Semarang, Sri Suciati, dalam presentasinya di Seminar Kajian Analisa Hasil Pemantauan Penyiaran KPID Jateng dengan tema “Mewujudkan Siaran yang Ramah Anak dan Perempuan” pekan lalu (Kamis, 12 Juni 2014) di Semarang mengatakan bahwa salah satu pemicu kekerasan terhadap anak dan perempuan antara lain adalah akibat pengaruh dari tayangan televisi. “Tayangan yang disajikan televisi di tengah-tengah keluarga hampir semuanya tidak ramah bagi anak dan perempuan, padahal mereka merupakan pangsa pasar televisi terbesar,” katanya.

Menurut Sri Suciati, televisi lebih mengutamakan rating ketimbang kualitas tayangannya yang memberikan keuntungan besar bagi perusahaan. Selain itu, televisi tidak melihat intensitas anak dan perempuan menonton televisi yang sudah menjadi guru bagi mereka selama 24 jam. “Televisi memiliki kekuasaan normatif untuk menyumbang gagasan tentang benar-salah, baik-buruk, bahkan apa yang selayaknya diinginkan dan diperjuangkan,” jelasnya.

Untuk mencegah dampak kurang baik dari siaran perlu dibuat tayangan yang ramah buat anak dan perempuan. Akademisi dari PGRI Semarang ini juga menyarankan sejumlah langkah untuk mendukung terciptanya tayangan yang sehat tersebut seperti kerjasama dengan pihak terkait, menetapkan jam tayang yang sesuai antara belajar dan menonton serta menekankan kepada orangtua untuk mendampingi anak saat menonton siaran televisi.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat yang hadir sebagai narasumber dalam acara itu, Agatha Lily mengatakan, perhatian orangtua kepada anak-anak sangat penting seperti mencermati kebiasaan menonton mereka dan juga dampak yang disebabkan dari tontonan itu. Jika tontonan itu malah menjerumuskan anak-anak kepada sifat yang negative sebaiknya tidak memperbolehkan mereka menonton.

Selain itu, kata Lily, panggilan akrabnya, lingkungan sekolah atau pendidikan harus ikut mendukung langkah bagaimana mencermati murid-murid. Setiap ada masalah atau kecenderungan pada anak-anak bersikap negatif, pihak sekolah harus menjalin komunikasi dengan pihak keluarga. “Ini untuk mengetahui dan mencegah dampak lanjutannya,” katanya.

Komisioner bidang Isi Siaran ini menyebutkan bahwa masa anak-anak sebagai masa yang sangat fundamental bagi perkembangan individu. Menurutnya, kualitas pengalaman anak akan mempengaruhi kehidupan anak di masa dewasa. “Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek seperti gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi dengan sesame maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya,” jelasnya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.