Pontianak -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalbar menyatakan pada 2019 ini, ada enam lembaga penyiaran yang telah diberi izin operasional. Enam lembaga penyiaran itu terdiri dari, satu lembaga penyiaran berlangganan (LPB) televisi kabel di Kabupaten Ketapang, satu lembaga penyiaran swasta (LPS) radio di Kabupaten Sintang, dua lembaga penyiaran radio berupa lembaga penyiaran publik lokal (LPPL) dan lembaga penyiaran swasta (LPS) di Kabupaten Landak, satu lembaga penyiaran komunitas (LPK) di Kota Singkawang dan satu lagi lembaga penyiaran swasta (LPS) di Kabupaten Sekadau.

Komisioner KPID Provinsi Kalbar Nella AP mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, ada peningkatan jumlah lembaga penyiaran yang mengajukan izin operasional. Puncaknya, adalah di tahun 2018 yang mencapai 19 lembaga penyiaran, dimana seluruh permohonan izinnya itu diterbitkan. 

“Kalau dibilang dari jumlah lembaga penyiaran itu meningkat. Tahun 2018 itu seperti pestanya teman-teman pemohon lembaga penyiaran seluruh Indonesia. Karena saat itu keluar keputusan dirjen, tentang wilayah 3T dan pembukaan peluang usaha. Di Kalbar ini, semuanya masuk wilayah 3T dalam permohonan perizinan, kecuali Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya,” kata Nella, Senin (16/12/2019).

Namun untuk tahun 2019 ini, Nella menyebutkan jika proses permohonan izin lembaga penyiaran sedikit terkendala regulasi. Karena adanya peraturan Menkominfo nomor 7 tahun 2018, proses perizinan terintegrasi dan pemohon izin, harus memiliki akun nomor induk berusaha (NIB). Peraturan yang baru disosialisasikan ini kata Nella, akan menghambat proses izin lembaga penyiaran lokal dan komunitas, yang notabene tidak dibuat untuk kepentingan usaha.

“Agak rancu ketika peraturan ini diterapkan untuk lembaga penyiaran lokal dan komunitas. Karena mereka ini membuat izin siaran bukan untuk kepentingan usaha, tetapi karena peraturannya juga masih digodok, maka kami sudah mengajukan jika lembaga penyiaran lokal dan komunitas, tidak perlu NIB untuk mengajukan izin,” ungkapnya.

Nella AP menegaskan, jika sebenarnya lembaga penyiaran lokal dan komunitas sangat penting untuk ikut memerangi kuatnya arus informasi yang berkembang di dunia maya. Keberadaan lembaga penyiaran lokal dan komunitas, baik radio maupun televisi diharapkan bisa menjadi filter informasi bohong dan sarana hiburan masyarakat.

“Untuk di wilayah perkotaan, kita tidak kesusahan sinyal sehingga yang terjadi adalah tsunami informasi. Masyarakat kita juga masih kadang-kadang mencari informasi yang sesuai dengan tipikal dia, untuk pembenaran pikirannya. Sehingga tidak terbuka dengan informasi baru. itulah kemudian, pentingnya lembaga penyiaran di wilayah kota, untuk mengcounter informasi apalagi yang hoax,” bebernya.

“Dalam konteks wilayah di daerah yang minim sinyalnya, maka radio satu-satunya sumber informasi mereka. Berdasarkan evaluasi dengar pendapat di beberapa daerah, kami mendapatkan fakta bahwa radio ini adalah sumber informasi dan hiburan,” timpal Nella. Red dari rri.co.id

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.