Medan - Sejak Januari hingga April 2013, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sumatera Utara (KPID-SU) mencatat banyaknya kasus pelanggaran penyiaran yang dilakukan oleh media elektronik di Sumut. Berbagai sanksi juga telah diberikan, baik itu teguran tertulis maupun hal lainnya seperti penghentian, pembatasan dan denda. Namun, pelanggaran tersebut masih tetap terlihat di media, khususnya di Televisi.

Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya kepedulian masyarakat dengan aktifitas semua lembaga penyiaran. "Keberadaan KPI/KPID merupakan keniscayaan sejalan dengan kemajuan masyaraat dan teknologi informatika. Dalam realitas, operasional KPI/KPID masih banyak dihadapkan pada kendala.

Kendala yang dimaksud pada keterbatasan sarana dan prasarana, juga pada political will, kesadaran masyarakat dan pengelola siaran dan sanksi yang tidak pas," ujar Guru Besar IAIN Sumut, Prof Dr Hasyimsyah Nasution MA dalam acara diskusi KPID Sumut tentang Penegakan Hukum Penyiaran, Kamis, 30 Mei 2013, di Medan dikutip medanbisnis.

Menurutnya, sekalipun KPI diberi wewenang untuk mengawasi dan menertibkan segala yang terkait dengan penyiaran, tetapi dalam asumsi pengelola penyiaran, seperti KPI/KPID bukan lembaga masyarakat karena sifatnya yang independen, sehingga berbagai klaim yang dilakukan mereka tidak dianggap suatu pelanggaran baik yang bersifat pelanggaran nilai maupun yang bersifat pidana.

Sementara itu, Koordinator Pengawasan Isi Siaran KPID-SU, Mutia Atika menyampaikan, pihaknya telah merekam jumlah pelanggaran penyiaran di Sumut, di antaranya, hal yang bermutasi seks ada 14 kasus, kesopanan dan kesusilaan ada 6 kasus, menyinggung kesukuan, agama, ras dan antar golongan ada 1 kasus, muatan kekerasan ada 36 kasus, penggolongan program siaran ada 4 kasus, menyinggung bahasa, bendera dan lambang negara, lagu kebangsaan ada 12 kasus dan perlindugan kepada orang dan kelompok masyarakat tertentu ada 16 kasus. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.