- Detail
- Dilihat: 10970
Jakarta – Pengembangan atau juga sosialisasi literasi media kepada masyarakat lebih efektif melalui dunia pendidikan. Hal itu bisa dititipkan melalui jalur formal dalam sebuah kurikulum pendidikan yang dibuat Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Jika sejak dini, dimulai dari bangku sekolah, anak-anak kita dikenalkan dengan pelajaran literasi media, dampak baiknya adalah mereka akan tahu dan paham memilih media yang baik dan tepat buat mereka sendiri. Dengan begitu, mereka akan mampu sendiri menghindar dari dampak buruk akibat isi media.
Komisioner KPI Pusat, Idy Muzayyad mengungkapkan, lebih dari 35 jam setiap minggu masyarakat ataupun lebih khususnya anak-anak menghabiskan waktunya menonton tayangan televisi. Jumlah ini sangat tinggi dibanding dengan kesulurhan waktu yang dihabiskan mereka untuk belajar.
“Karena itu, peran literasi media sangat penting guna meminimalisir ketergantungan mereka terhadap televisi. Mereka bisa di arahkan atau mengarahkan sendiri pilihan lain selain menonton televisi,” kata Idy di depan puluhan guru dari perwakilan SMA, SMK dan MA se-Kabupaten Cilacap yang berkunjung ke kantor KPI Pusat, Selasa, 14 Mei 2013.
Menurut Idy, KPI sudah mengusulkan dan mengupayakan agar proposal literasi media menjadi satu kurikulum pendidikan di sekolah. Terkait ini, Kemendiknas belum memberikan keputusan terkait usulan dari KPI. “Setidaknya, kami berharap pendidikan literasi media dapat masuk dalam sub bagian dari kurikulum tersebut. Literasi media ini sangat penting, apalagi sekarang media sudah berkembang maju,” katanya.
Idy menjelaskan, pendidikan literasi media akan membentuk masyarakat menjadi lebih kritis dan aktif. Jika masyarakat atau publik lebih aktif, hal ini akan mengubah perilaku medianya karena publik menjadi penentu seperti apa media tersebut.
“Jika literasi media berhasil, masyarakat menjadi lebih melek akan media. Ini akan membentuk pemahaman mereka bagaimana memilih media yang benar, menyikapi media secara benar, dan memihak kepada media yang benar,” paparnya.
Para guru yang peduli dengan pengembangan literasi media, menurut Idy, dapat membentuk kelompok pemerhati atau peduli media. Ada enam model yang bisa dicontoh yakni pertama dengan cara menggerakan organisasi yang sudah ada untuk menjadikan kepedulian atau pengawasan media sebagai salah satu priorotas. Kedua, menjadi satu bagian dalam organisasi yang berhubungan dengan media untuk kegiatan pemantauan media. Ketiga, membentuk satu organ baru atau khusus secara otonom di bawah naungan oraganisasi yang sudah ada untuk fokus pada isu media. Keempat, membentuk organ khusus atau baru pemantauan media yang otonom. Kelima, bergabung atau bersinergi dan turut mengembangkan organ pemantau media yang ada. Keenam, menggalakkan pemantauan media secara mandiri berbasis person atau keluarga.
Menurut Idy, Masyarakat yang peduli dengan pengembang literasi media bisa memulai itu semua dengan pengaduan kepada KPI atau KPID terhadap isi siaran yang tidak sesuai dan tidak baik bagi mereka. “Pengembangan bisa dimulai dari pengaduan ke KPI ataupun KPID,” katanya. Red
foto berita utama diambil dari makmalpendidikan.net