Sorong - Konsumsi media secara berlebihan pada anak, berpotensi membuat stress lantaran produksi adrenalin dan kortisol yang tidak wajar. Dokter spesialis kesehatan jiwa, Feilin Tanita menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di kota Sorong yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia bekerja sama dengan pengurus Bhayangkari Papua Barat, (17/12). 

Dalam pemaparannya, Feilin yang merupakan Ketua Bhayangkari Cabang Manokwari menerangkan tentang dampak konsumsi media yang berlebihan pada anak-anak. Menurutnya, anak-anak yang terpapar tontonan tidak sesuai usianya, akan rentan mengalami stress akibat produksi hormone adrenalin dan kortisol yang lebih banyak. Anak-anak dapat mengalami stress saat menonton atau main game mengenai kekerasan atau horor, konten yang patut diwaspadai oleh orang tua saat mendampingi buah hati. 

“Anak belum dapat membedakan mana acting dan kenyataan. Otak menganggap itu nyata dan direspon sebagai bahaya,” kata Feilin. Karena menganggap apa yang ditonton sebagai bahaya, otak anak kemudian memproduksi hormone adrenalin dan kortisol yang lebih banyak. Kadar adrenalin yang banyak dan berkepanjangan dapat mengganggu hampir semua proses di dalam tubuh. 

Dalam kondisi tersebut, terang Feilin, anak jadi berdebar-debar karena detak jantung lebih cepat, tekanan darah tinggi, ada peningkatan lemak dalam darah, peningkatan gula darah juga pembekuan darah yang lebih cepat sehingga menimbulkan plak. Kadar adrenalin yang terlalu banyak juga merangsang tiroid menimbulkan gangguan pencernaan, gangguan tidur, gelisah dan depresi hingga penurunan konsentrasi serta daya ingat. 

Oleh karena itu Feilin mengajak orang tua untuk senantiasa mendampingi buah hati saat menonton televisi. Sekaligus memastikan konten yang diterima anak-anak sesuai dengan usianya. Dalam catatan Feilin, ada beberapa isi acara televisi yang patut diwaspadai, seperti kekerasan dalam film, sinetron atau berita, konten pornografi, konten berisi kejahatan di mana tokoh jahat lebih sering diekspolitasi dibanding orang baik, sampai acara mistis. 

Orang tua juga perlu memastikan buah hatinya tidak terjebak dalam pola menonton yang membuatnya ketagihan dan ketergantungan. Sebagai contoh, buatlah kesepakatan dengan buah hati soal jadwal menonton, acara yang dapat dinikmati dan durasi menonton televisi. “Yang terpenting, dampingi anak saat menonton sehingga orang tua dapat memberi pemahaman tentang kepura-puraan dalam film. Diskusikan juga pesan moral yang dapat menambah kehangatan dan komunikasi anak serta orang tua,” pungkasnya.