Bengkulu - Masyarakat Indonesia didominasi kaum muda yang dekat dengan perangkat teknologi informasi, mulai dari televisi, radio, telepon genggam, computer dan sebagainya. Hal itu menjadikan mereka dapat dengan mudah mengakses informasi yang melimpah lewat perangkat-perangkat yang semakin canggih tersebut. Namun, informasi yang tersedia dan dapat diakses, seharusnya merupakan informasi yang kompatibel dengan rencana kebangkitan bangsa ini. Karena dengan kondisi demografi Indonesia, menunjukkan adanya peluang untuk menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang kuat di dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, peran media yang menyajikan informasi ke tengah masyarakat sangat strategis. Hal tersebut disampaikan M Syahfan Badri Sampurno, anggota Komisi I DPR-RI, dalam acara Literasi Media: Memperkuat Masyarakat Memanfaatkan Media dengan Sehat, yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Bengkulu (15/12).

 

Syahfan menilai, banjir informasi yang mengelilingi masyarakat haruslah dibarengi dengan keterampilan literasi media. “Agar masyarakat tidak dengan mentah-mentah menerima semua informasi yang disajikan media”, ujarnya. Keterampilan literasi media ini harus menjadi concern semua lapisan masyarakat. DPR, membantunya lewat regulasi yang tepat agar bangsa ini tidak dikontrol oleh pemilik media. Padahal, ujar Syahfan, seharusnya justru pemilik media yang punya tanggung jawab besar untuk mencerdaskan publik.

 

Dalam acara yang dihadiri oleh berbagai unsur masyarakat di Bengkulu tersebut, Syahfan juga mengatakan pentingnya KPI terus menyosialisasikan literasi media. “Kemampuan masyarakat bersikap kritis terhadap media terutama media penyiaran, harus terus dikembangkan. Sehingga masyarakat tahu mana informasi yang baik, benar dan dapat dijadikan referensi kehidupan”, terang Syahfan.

 

Hal senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Azimah Subagijo. Keterampilan literasi media bahkan seharusnya menjadi kurikulum yang diajarkan di sekolah-sekolah, ujarnya. Di beberapa negara lain, literasi media ini sudah diajarkan pada anak-anak sekolah dasar. Bahkan, kelompok-kelompok keagamaan di sana juga ikut melakukan sosialisasi literasi media, tambah Azimah.

 

Selain itu, Azimah juga mengajak masyarakat Bengkulu untuk ikut mengawasi media, khususnya media penyiaran. “Mengingat media penyiaran menggunakan ranah public bernama frekuensi, maka aturan penggunaannya sangat ketat, dan masyarakat berhak melakukan kontrol jika muatannya negatif”, ujar Azimah. Komisioner KPI Pusat bidang Perizinan ini juga mengingatkan betapa media punya kecenderungan menjadi sangat kuat dan powerfull.

 

Bahkan, tambahnya, karena efek yang dihasilkan media dapat mempengaruhi agenda dan opini masyarakat hingga pada gaya hidup, media juga kerap kali dijadikan alat untuk berbagai kekuatan ekonomi, politik dan sosial. Maka tak heran jika saat ini banyak pemilik media penyiaran yang terjun pula ke dunia politik, atau sebaliknya, pimpinan partai politik mendirikan media penyiaran.

 

Azimah berharap, keterlibatan masyarakat dalam mengontrol media dapat disalurkan lewat mekanisme yang benar. “Ada KPI, ada Dewan Pers, ada pula Gugus Tugas untuk Pornografi”, ujarnya. Kontrol masyarakat tersebut sangatlah penting, agar muatan media penyiaran selalu dalam koridor sesuai yang diamanahkan Undang-Undang. Bahkan, muatan yang berkualitas dari media diharapkan mampu meningkatkan integrasi nasional, pungkas Azimah.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.