Perbincangan Bermakna di Layar Kaca:   Potret Kualitas Program Talkshow di Televisi Indonesia

 

Penulis:

FX Ari Agung Prastowo

Dadang Rahmat Hidayat

Rinda Aunillah Sirait

Deskripsi Fisik Buku:  15,5cm x 22,5 cm; XVI + 164 halaman 

Publikasi pertama Desember 2022

 

Sinopsis: 

Program talkshow di televisi adalah sebuah siasat menghadirkan informasi lebih dalam dan bermakna ke hadapan pemirsa, dengan cara yang lebih rileks dan fleksibel. Dalam sejarahnya, talkshow juga menjadi saksi yang merekam tingkah laku figur publik. Talkshow bahkan menjadi sarana para pesohor memoles citra di muka publik, tapi tak jarang juga muncul watak dan karakter asli lantaran kepiawaian host membawakan acara. Buku ini merekam kualitas talkshow yang berlalulalang di televisi, berdasarkan indikator yang telah ditetapkan dalam Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Tentunya buku ini layak menjadi rujukan para pengelola program televisi, untuk mendapat insight yang utuh tentang talkshow yang berkualitas. Kita tentu berharap ke depannya, layar kaca kita, baik dalam program talkshow atau pun program lainnya, dapat menjadi ruang publik untuk berdialektika mengemukakan konsep, ide kreatif, dan juga gagasan dalam membangun Indonesia ke depan. Sebagaimana kita yakini, lewat televisi dan radio pula, demokratisasi di negeri ini akan terus kita jaga.   

 

 

 

 

 

 

 

 

Religiositas Dari Layar Kaca

(Potret Program Siaran Religi Di Televisi Indonesia)

 

Penulis:

Alip Yog Kusnandar

Harmonis

Bono Setyo


Deskripsi fisik buku: 15x23 cm, xii + 270 halaman

Publikasi pertama Desember 202

 

Sinopsis:

Buku ini memotret kualitas program siaran religi di stasiun televisi yang  bersiaran secara jaringan di Indonesia. Kualitas ini dalam kegiatan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang berlangsung sejak tahun 2015 dan bekerja sama dengan 12 Perguruan Tinggi di 12 kota di Indonesia. Dalam buku ini diulas perkembangan siaran keagamaan di televisi, yang pada awalnya hanya sebagai sebuah kewajiban semata dalam mewarnai program televisi secara umum. Namun selanjutnya, siaran keagamaan dikembangkan dengan ide-ide kreatif para pelaku industri penyiaran. Apalagi jika bicara saat bulan Ramadhan. Siaran keagamaan dikemas hingga mampu menjadi program unggulan yang mampu menuai banyak iklan.  

 

*Buku yang sudah terbit dapat diunduh pada link ini

 

Penyiaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, sebagai kegiatan komunikasi massa yang berperan sangat penting melakukan penyebaran informasi ke publik. Lembaga Penyiaran (Televisi dan Radio) telah ramai mengabarkan hasil pengumuman Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan (Dirjen Kemenkes) Republik Indonesia, terkait risiko penggunan obat sirup kepada anak-anak. Sejak diumumkannya maklumat tersebut sebagai bagian dari informasi serta merta (segera disampaikan ke publik, sesuai amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik) sangat penting untuk segera sampai kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk apotek dan toko obat sebagai penyedia bahan tersebut.

Sesuai Surat Rekomendasi bernomor SR.01.05/III/3461/2022 perihal kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut atipikal, Dirjen Kemenkes per tanggal 18 Oktober 2022 menyatakan dua poin himbuan penting ke publik sebagai bentuk kewaspadaan pemakaian obat sirup. Pertama terkait tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/ sirup, dan yang kedua menyebutkan seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat, sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. .Rekomendasi ini berlaku untuk semua obat sirup atau obat cair, dan bukan hanya paracetamol. 

Ikatan Dokter Anak Indoneia (IDAI) melaporkan kasus gagal ginjal akut pada anak Indonesia yang dilaporkan terus bertambah akibat obat sediaan sirup. Sebagai alternatif, masyarakat bisa memakai bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, supositotia (anal), atau lainnya. IDAI juga mengingatkan jika anak terserang batuk pilek hingga demam, tidak langsung diberi obat. Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI (dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengatakan ada cara lain yang bisa dilakukan, salah satunya dengan kompres hangat di dahi. “Jadi kalau anak demam sebenarnya sedang ada proses peperangan dalam tubuhnya untuk mengusir virusnya. Bisa kita upayakan dengan kompres hangat dulu, jangan buru-buru kasih obat’, kata dr. Piprim. 

Pasca pandemi Covid-19 membuat langkah antisipatif orang tua memberikan perlindungan terhadap penguatan imunitas dan vitalitas termasuk dalam kondisi batuk pilek yang dialami anak-anak, terkadang membuat perilaku memberikan obat khusunya yang dalam bentuk sirup menjadi  meningkat. Obat sirup yang mengandung bahan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) sesuai hasil temuan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berasal dari empat bahan tambahan . Efek zat tersebut dapat menyebabkan urin mengalami pengkristalan. Bahkan masih terdeteksi walau pun pasien telah menjalani proses pencucian darah. 

Harapannya lembaga penyiaran sebagai ujung tombak sarana penyambung informasi dan edukasi ke publik berperan aktif memberikan literasi bagi penggunaan obat dan makanan yang beresiko bagi kesehatan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Program Standar Siaran (P3SPS) Pasal 61. Mmengamanatkan agar program siaran terkait iklan produk obat wajib menayangkan peringatan konsumen dengan panjang sekurang-kurangnya tiga detik untuk semua durasi spot sebagai bentuk antisipatif pemakaian segala jenis obat yang diiklankan, baik melaui televisi maupun radio. Karena tujuan iklan selain memperkenalkan produk maupun jasa kepada konsumen juga berperan untuk mempengaruhi dan memprovokasi pemirsa menggunakan produk tersebut. 

Tindakan preventif menjadi penting untuk siaran iklan terkait obat dan makanan sebelum mendapatkan persetujuan terlebih dahulu, bukan hanya dari Lembaga Sensor Film (LSF) selaku regulator pengawasan isi video iklan yang akan dipublikasi ke pemirsa, tapi juga berkoordinasi dengan pihak terkait khususnya BPOM untuk iklan yang berkaitan dengan keamana penggunaan Obat dan Makanan. Selain itu, tentunya kita berharap juga, hadirnya kesadaran dan pemahaman yang tepat bagi khalayak terhadap perilaku menggunakan obat. 

Dengan adanya kasus kematian pada anak akibat obat sirup tersebut, telah mengakibatkan korban hingga dua ratusan kasus dengan sebaran di 22 provinsi, menjadi kewajiban seluruh stakeholder terlibat aktif melakukan langkah preventif secara optimal. 

BPOM terus mengawasi obat yang akan diregestrasi maupun yang telah mendapatkan izin edar. LSF menyortir bahan iklan secara proporsional sesuai standar sebelum mendapatkan izin tayang, KPI mengawasi tayangan iklan obat dan makanan agar sesuai standar program siaran yang disampaiakan lembaga penyiaran, serta peran masyarakat dalam melakukan peran aktif dalam mengawal siaran sehat agar terus bergulir secara dinamis, menuju pencerahan yang berkesinambungan di seluruh sektor sistem penyiaran mengawal kualitas program siaran. Sudah selayaknya dalam kondisi seperti ini menghadirkan iklan layanan masyarakat yang mengedukasi secara dini dan massif melalui lembaga penyiaran terhadap mitigasi epidemiologi obat dalam penyiaran. ***

Ditulis Oleh : Andi Muhammad Ilham, S.Si., M.Kes. (Komisioner KPID Sulawesi Selatan)

 

 

Potret Kualitas Siaran Televisi Program Berita di Indonesia

 

Penulis:

Ni Made Ras Amanda Gelgel

Alem Febri Sonni

Editor: Pinckey S. Putra

Deskripsi Fisik Buku:  15cm x 22 cm; X + 210 halaman

Publikasi pertama Desember 2022

 

Sinopsis:

 

Berita yang disajikan televisi kerap kali menjadi sebuah magnitudo yang besar dalam meraup pemirsa. Informasi aktual yang hadir di ruang siar masyarakat, juga memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi ketimbang berita dan informasi yang dapat diakses dari media lain, media sosial misalnya. Buku ini mengulas kualitas program siaran berita di stasiun televisi yang bersiaran secara jaringan di Indonesia. Kualitas dinilai dalam kegiatan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang berlangsung sejak tahun 2015 dan bekerja sama dengan 12 Perguruan Tinggi di 12 kota di Indonesia. Buku ini juga mengutip prinsip-prinsip jurnalistik yang menjadi acuan dalam penilaian kualitas program berita. 

 

 

* Buku yang sudah terbit dapat diunduh pada link ini

 

 

 

 

Kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) di Tanah Air bukan hal baru, bahkan berkas aduan bertumpuk, baik yang disampaikan ke Kepolisian, Komnas  Perempuan, maupun lembaga pemerhati nasib perempuan lainnya. Tumpukan aduan tersebut pun diindikasikan belum menggambarkan data sebenarnya. Kasus KDRT ibarat gunung es karena diprediksi masih banyak korban yang malu, takut, dan menganggap KDRT masalah privat (internal rumah tangga mereka).

Catatan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan, jumlah kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) sepanjang tahun 2020 sebanyak 299.911 kasus dan pada 2021 sebanyak 338.496 kasus. Kasus yang dapat dianggap benar-benar KDRT karena ditangani oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama sekitar 97% dari jumlah tersebut.

Banyaknya kasus KDRT, bahkan diindikasikan lebih banyak ketimbang yang tercatat Komnas Perempuan mengisyaratkan, Pemerintah harus lebih serius dalam menangani kasus-kasus tersebut. Adanya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga tampaknya belum cukup menjadi pagar pelindung bagi kaum perempuan, khususnya para ibu rumah tangga. Hukuman jeruji besi pun yang acapkali dijatuhkan pada para pelaku belum dapat menebarkan ketakutan dan kejeraan. Buktinya, tindak KDRT masih tetap terjadi terus menambah tebal catatan buram nasib kaum perempuan.

KDRT Public Figure

Yang memilukan, nasib naas kaum perempuan dan kekejaman oknum kaum lelaki seringkali juga dimainkan oleh para public figure (pf), seperti artis dan aktor. Sejatinya mereka dapat mewadahi harapan ideal memberikan suri tauladan terbaik pada para fans-nya, bukan sebaliknya memberikan pembelajaran buruk. Tampaknya drama KDRT di film-film dan sinetron-sinetron, belum cukup jika tidak mereka mainkan dalam kehidupan nyata.

Seharusnya, para pf paham dengan ajaran Dramaturgis Ervin Goffman (1959) bahwa mereka harus pandai mengelola diri. Pada setiap front stage (panggung depan), mereka harus menampilkan sikap, pemikiran, dan perilaku yang positif. Karena penampilan front stage tidak hanya menyangkut citra diri mereka, tetapi juga berdampak pada perilaku publik, terutama fans mereka.

Apalagi, Teori Psikologi Modelling Miller dan Dollard (1941) pun menegaskan, sifat pembawaan manusia adalah perilaku meniru. Yang dalam pendekatan filsafat Aristoteles disebutkan mahluk mimesis. Manusia sejak lahir dianugerahi karakteristik untuk selalu meniru, sehingga karakter yang dimilikinya bukan karakter dirinya sejati, tetapi hasil perpaduan dengan lingkungan. Lingkunganlah yang membentuk jati diri manusia. 

Pf merupakan subjek lingkungan paling dominan berpengaruh pada karakteristik seseorang, selain orang tua dan orang terdekat lainnya. Dari pf yang dikagumi; dibanggakan, dan dicintai, orang-orang belajar me-mimesis-kan dirinya, sehingga sikap, pikiran, dan perilakunya seperti, mirip, atau bahkan menjadi pf. Oleh karena itu, ketika sikap, pikiran, dan perilaku pf buruk, misalnya, menjadi pelaku KDRT, bukan hal yang mustahil berpengaruh pada perilaku publik.

Lebih 14 abad yang silam, Islam pun mengajarkan, dakwah bil hal (perilaku baik) lebih efektif ketimbang dakwah bil lisan. Untuk menguasai sekitar 25% populasi global penduduk dunia, Nabi Muhammad Saw. cukup 23 tahun bersyiar dengan lebih mengedepankan dakwah bil hal. Oleh karena itu, jumhur ulama mengategorikan, hadits yang merupakan sikap, pikiran, dan perilaku Muhammad Saw. menjadi sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Bahkan, Allah Swt. menegaskan dalam firmannya bahwa Nabi Muhammad Saw. sebagai uswah hasanah (suri teladan yang baik) bagi umatnya (QS.33: 21). Namun, Islam tidak mengajarkan manusia harus baik pada front stage saja dan boleh buruk pada back stage. Justru Islam mengajarkan jadi pribadi muslim yang kaffah, yakni berakhlak mulai menyeluruh, baik ketika berada pada front stage maupun back stage

Sinergisitas Sanksi

Masih tingginya angka tindak KDRT di Indonesia dan di antaranya banyak dilakukan oleh pf, tidak hanya memerlukan keseriusan Pemerintah, tetapi juga peran serta semua pihak. Pemerintah harus merevisi peraturan perundang-undangan sehingga sanksinya teruji dapat menjerakan para pelaku. Selain itu, pihak Pemerintah pun harus masif mempublish betapa beratnya hukuman yang dijatuhkan pada pelaku KDRT, sehingga masyarakat mendapat literasi bahwa tindak KDRT bukan hanya menyangkut hubungan privat dalam keluarga, atau tindak pidana ringan, tetapi merupakan bagian dari tindak pidana berat yang sanksinya pun cukup berat.

Setiap warga negara, baik secara personal maupun institusi resmi harus ikut serta memberikan bobot bagi kejeraan sanksi untuk pelaku KDRT. Seperti halnya, inisiatif Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang meminta kepada semua lembaga penyiaran untuk mem-blacklist, para artis, aktor, talen, apalagi sudah menjadi public figure, untuk tampil di layar kaca. Kendati dalam UU Penyiaran atau pun P3-SPS tidak diatur secara tersurat, tetapi sebagai bentuk kepedulian terhadap korban KDRT, inisitif tersebut sangat positif.

Hukum sosial seperti itu terkadang lebih efektif ketimbang sanksi melalui penegakan hukum positif. Hukuman masyarakat terkadang lebih kejam ketimbang hukuman penjara. Namun, yang lebih baik keduanya bersinergi untuk menegakkan tujuan suci bahwa menghukum bukan untuk menyiksa, tetapi membuat jera, sehingga para pelaku tidak mengulangi perbuatannya lagi dan masyarakat pun enggan, takut, dan berniat melakukan tindakan KDRT. ***

 

Oleh : Mahi M. Hikmat

Dosen Komunikasi Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

 

 

Hak Cipta © 2025 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.