Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai kualitas program siaran Ramadan 1443 H atau 2022 kurun 10 hari awal sudah membaik jika dibanding tayangan Ramadan tahun sebelumnya. Hal ini ditandai dengan menurunnya angka pelanggaran terhadap etika dan aturan penyiaran khususnya pada program siaran khusus Ramadan.
Penilaian tersebut disampaikan KPI dan MUI dalam acara Publish dan Evaluasi 10 Hari Pertama Siaran Ramadan 2022 yang digelar MUI-KPI di Gedung MUI Pusat, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2022).
Komisioner sekaligus Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Mimah Susanti, menyatakan kualitas tayangan khusus Ramadan di lembaga penyiaran pada tahun ini makin membaik. Jika melihat data pengawasan dan aduan KPI Pusat menyebutkan kecenderungan pelanggaran menurun dari tahun ke tahun pada 10 hari pertama Ramadan.
“Pada tahun 2020 terdapat 26 pengaduan penyiaran, sementara pada 2021 menurun menjadi 20 pengaduan dan pada 2022 hanya ada enam. Dari total 108 program Ramadan, variety show pada hari pertama mendapat lima pengaduan dan sinetron satu pengaduan. Memang ada sanksi yang kami keluarkan, tapi itu bukan tayangan khusus Ramadan dan program tersebut tayangan sebelum Ramadan,” kata Mimah Susanti secara online.
Dia menambahkan aduan yang masuk ke KPI selama Ramadan ini terkait muatan norma kesopanan dan kesusilaan, perilaku tidak pantas, dan candaan body shaming sudah tidak sebanyak Ramadan sebelumnya. “Frekuensi memang nggak banyak, tapi ini jadi catatan kita,” tegas Mimah.
Dalam kesempatan itu, Mimah mengapresiasi komitmen lembaga penyiaran menyiapkan tayangan Ramadan yang bermanfaat dan berkualitas. Dia berharap kondisi baik ini bisa dipertahankan hingga akhir Ramadan nanti.
Ketua Tim Pemantau MUI Pusat, Tantan Hermansyah, mengatakan hal yang senada bahwa telah terjadi peningkatan kualitas produk siaran selama Ramadan 2022 ini. Dia mengatakan, meningkatnya kualitas produk ini terlihat pada semakin minimnya indikasi pelanggaran yang terdapat dalam tayangan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Tantan menyampaikan pemantau MUI menemukan banyak program di stasiun tv yang layak diapresiasi selaras dengan upaya menjaga kondusivitas kesucian Ramadan.
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio, mengingatkan kepada lembaga penyiaran atau stasiun televisi untuk menyiarkan konten yang Islami selama bulan suci Ramadan. Menurutnya, konten Islami initidak hanya soal tayangan atau program yang ditampilkan.
"Kewajiban bagi televisi untuk menyiarkan konten yang Islami. Tidak hanya tayangan tetapi juga busananya yang disesuaikan dengan suasana bulan Ramadan," kata Agung di awal acara.
Agung juga mengatakan, perbedaan kebijakan KPI pada Ramadan tahun ini dengan tahun sebelumnya yaitu soal penceramah atau dai yang tampil di televisi. "Pertama, tentu dia (dai tersebut) punya pemahaman yang bagus, tidak radikal, tidak anti-NKRI, tidak anti-Pancasila," tambahnya.
Kedua, mempunyai pemahaman Islam yang utuh atau kaffah. Bukan orang yang tidak punya kompetensi saat tampil di televisi. "Sehingga pemahamannya harus kaffah, sehingga dua hal itulah yang baru atau membedakan dengan kebijakan sebelumnya," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan baru tersebut telah diapresiasi oleh banyak ormas Islam, termasuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Meski demikian, dia mengatakan, KPI tentu tidak bisa sendiri dan perlu mitra untuk melakukan evaluasi.
"Di dalam undang-undang memang dinyatakan untuk bekerja sama dengan banyak pihak untuk mendukung tupoksi KPI. Karena ada kebutuhan KPI, maka kami bermitra dengan MUI yang merupakan mitra yang tepat," kata dia.
Agung menuturkan, kerja sama antara KPI dan MUI sudah berjalan cukup panjang mengenai kerja sama yang kokoh ini. "Kami berharap tayangan pada Ramadhan ini tayangan yang berbeda dengan bulan-bulan di luar Ramadhan," tuturnya.
Di forum tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo menambahkan, secara prinsip ada dua hal yang menjadi standar dalam program Ramadan. Pertama, program ramadan mesti bisa menjaga kesucian dan kemuliaan Ramadan. Prinsip ini dijalankan dengan memperhatikan rambu-rambu pelarangan dan pembatasan yang telah digariskan oleh UU Penyiaran, P3SPS, SE KPI tentang Siaran Selama Ramadan, dan ketentuan MUI.
Kedua, program tersebut harus mampu meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan umat Islam. “Ramadan adalah bulan penuh rahmat, karena itu program Ramadan harus mampu menginspirasi umat muslim,” kata Mulyo.
Terkait beberapa iklan yang masih memperlihatkan pengonsumsian makanan dan minuman yang cenderung eksploitatif, Mulyo menyatakan, perlu pelibatan Lembaga Sensor Film (LSF) untuk menilai hal ini. Upaya ini dilakukan agar materi tersebut dapat diminimalisir sebelum tayang dalam rangka melindungi kepentingan anak-anak yang sedang belajar berpuasa.
“Meski kecenderungan tersebut juga menunjukkan penurunan, sebagian kasus yang terjadi karena TV hanya bisa menerima materi jadi. Tak banyak revisi yang bisa dilakukan. Maka pilihannya adalah menayangkan agar tidak kehilangan kesempatan mendapatkan klien iklan tersebut,” tandas Mulyo Hadi. ***/Editor: MR