Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran dengan menambahkan wewenang mengawasi media baru. Jika UU Penyiaran baru memberikan kewenangan tersebut, persoalan mengambang dan banyak dipertanyakan publik tentang siapa yang berhak mengawasi media baru akan terjawab tuntas.

Harapan itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, di Gedung DPR/MPR, Senayan, Senin (17/2/2020).

Menurut Agung, pihaknya akan menyiapkan skema pengawasan media baru jika kewenangan tersebut dimandatkan pada KPI. Langkah awalnya akan membuat sistem kerja termasuk regulasi konten untuk media baru, aturan konten lokal dan mekanisme pengaduan. “Konsep awal kami adalah menyiapkan tiga hal itu karena kami nilai sangat penting,” katanya.

Bahkan, dalam masukan yang disampaikan KPI ke DPR mengenai regulasi media baru, KPI mengusulkan semua media baru bebasis online wajib mendaftarkan diri ke pemerintah. Semua media baru juga wajib menayangkan konten-konten yang sesuai dengan norma dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. 

“Adapun pengawasan konten media baru yang berupa audio visual, baik itu radio streaming, TV streaming maupun video on demand dilakukan oleh KPI,” pinta Agung. 

Jika ditemukan adanya pelanggaran di media baru, lanjut Agung, KPI berhak untuk memperingatkan dan menegur penyelenggara media tersebut. Lalu, ketika peringatan maupun teguran tersebut tak dihiraukan pihak penyelenggara, KPI akan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk memblokirnya.

“Itu sebagian pemikiran kami terkait aturan dalam regulasi media baru. Poin itu belum termasuk persoalan perpajakan dan PNBP-nya yang memerlukan pembahasan dan kajian lebih lanjut,” jelas Agung Suprio di depan Pimpinan dan Anggota Komisi I.

Beberapa negara Eropa telah menerapkan kebijakan pengawasan media baru secara parsial dalam UU seperti Austria, Hungaria, Slovenia dan Italia. Kebijakan di empat negara itu hanya mengatur konten online dari media konvensional. “Turki bahkan sudah melakukannya sejak 2019 lalu dan mereka menerapkan pengawasan berikut sanksi untuk pelanggar,” kata Agung.   

Apa yang disampaikan Agung juga menjawab pertanyaan dari Komisi I perihal peran dan strategi KPI terkait pengawasan media baru. Penjelasan dan masukan dari KPI akan menjadi pertimbangan DPR dalam Revisi Undang-Undang yang mulai dibahas kembali. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.