Jakarta – Komisi I DPR RI mengapresiasi kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat selama periode 2016-2019. Hal itu disampaikan Ketua Komisi I  DPR RI, Abdul Harris, usai mendengarkan dan menerima laporan pertanggungjawaban kinerja KPI Pusat Periode 2016-2019 di tiga bidang (Kelembagaan, Isi Siaran dan Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPI Pusat di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung DPR/MPR Senayan, Senin (22/7/2019).

“Kami menyampaikan terimakasih kepada seluruh komisioner KPI periode ini. Kami ucapkan terimakasih dan dedikasi yang tinggi pada komisioner yang terpilih dan yang tidak. Kepada yang terpilih selamat berjuang dan kami harap meningkatkan KPI pada periode mendatang,” kata Abdul Harris menutup rapat dengat pendapat terakhir dengan Komisioner KPI Pusat Periode 2016-2019. 

Sebelumnya, seluruh Anggota DPR mewakili fraksi yang ada di Komisi I DPR sepakat menerima laporan pertanggungjawaban kinerja KPI Pusat Periode 2016-2019 yang disampaikan Ketua KPI Pusat periode 2016-2019, Yuliandre Darwis. Menurut mereka, kinerja KPI Pusat periode ini dapat menjadi pelecut dan contoh bagi KPI Pusat periode mendatang.

Namun demikian, KPI diminta untuk menindaklanjuti catatan yang disampaikan Komisi I seperti revisi P3SPS tahun 2012, melakukan pengawasan kesesuaian antara isi siaran dan jam tayang, koordinasi dengan lembaga rating, dan membuat kode etik untuk KPI. 

Saat menyampaikan laporan pertanggungjawaban, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan waktu tiga tahun merupakan waktu yang singkat. Namun, kepengurusan periode ini memutuskan menjalankan program kegiatan yang menjadi prioritas utama. 

Menurut Andre, periode KPI Pusat di bawah kepemimpinannya berupaya mewujudkan sistem penyiaran nasional yang responsive terhadap perkembangan teknologi penyiaran untuk memperkokoh integrasi nasional, membina watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum. “Itu merupakan visi kami dan itu menjadi acuan kami bekerja,” katanya yang diamini Komisioner KPI Pusat yang hadir antara lain Sujarwanto Rahmat Arifin, Dewi Setyarini, Nuning Rodiyah, Ubaidillah, Obsatar Sinaga, Agung Suprio, dan Hardly Stefano.

Sementara, Koordinator bidang Isi Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat Periode 2016-2019, Hardly Stefano, mengatakan saat ini sistem pemantauan isi siaran KPI Pusat telah berbasis teknologi informasi. Sistem ini untuk menjawab perkembangan teknologi dinamis. 

“Beban pengawasan kami sekarang semakin bertambah. Misalnya pengawasan untuk lembaga penyiaran radio mencapai 25 radio. Kami juga mengawasi 20 lembaga penyiaran berlangganan dari hanya lima sebelumnya. Sedangkan pengawasan untuk televisi berjaringan sudah 16 televisi. Teknologi ini sudah memperkuat pengawasan isi siaran kita meskipun ke depan akan ada perubahan,” jelasnya.   

Dalam kesempatan itu, Hardly melaporkan, kurun waktu tiga tahun sejak 2016 hingga 2019, jumlah sanksi KPI ke lembaga penyiaran mengalami penurunan. Penurunan ini diikuti menurunnya angka pengaduan masyarakat ke KPI.  

“Pada tahun 2016 jumlah pengaduan ke KPI Pusat mencapai 12.369.  Kemudian di 2017, jumlah pengaduan menjadi 5759 aduan. Pada 2018, pengaduan publik ke KPI hanya 4.878 aduan. Adapun pengaduan di 2019, mulai bulan Januari hingga Juni, tercatat 3.170 aduan,” ungkap Hardly. 

Penurunan angka pengaduan dan sanksi ini, diikuti dengan meningkatnya kualitas isi siaran di televisi. Berdasarkan survei indeks atau yang sekarang bernama riset indeks kualitas program siaran televisi KPI, pada 2015 hanya satu kategori program siaran yang nilainya di atas indeks atau diklasifikasikan baik yakni kategori program religi. Selebihnya, seperti program wisaya budaya, talkshow, berita, anak, variety show, sinetron, infotainment dan komedi, nilainya di bawah harapan.

Tiga tahun setelahnya, di akhir 2018, dari tiga kali periode survei KPI, ada empat kategori program siaran yang nilainya di atas indeks yang ditentukan antara lain program wisata budaya, religi, talkshow, dan berita. Menurut Harldy, peningkatan kualitas itu tak lepas dari upaya pihaknya melakukan pendekatan dengan lembaga penyiaran melalui dialog dan pembinaan. “Kami mengajak dialog dan memberi masukan untuk peningkatan kualitas tersebut,” katanya. 

Hardly juga mengutarakan bahwa substansi sanksi yang disampaikan KPI ke lembaga penyiaran paling tinggi mengenai perlindungan anak dan remaja. Menurutnya, perlindungan terhadap anak dan remaja merupakan focus utama lembaganya. “Ini sangat sensitive selain juga soal penggolongan usia penonton,” katanya.

Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Agung Suprio, menyampaikan sejumlah regulasi dan sistem penyiaran yang dibuat KPI untuk mempermudah pelayanan permohonan izin dan pemantauan sistem stasiun jaringan. Selain itu, KPI membuat peraturan untuk memenuhi komitmen pelaksanaan pelayanan perizinan OSS (Online Single Submission). 

“Kami juga bekerjasama dengan TVRI dalam pengawasan pelaksanaan digitalisasi. Kami juga membuat pemantauan sistem SSJ melalui aplikasi SSJ untuk mempermudah pengawasan tersebut. Pada 2019, kami juga buat MoU dengan BPS yaitu dengan mengintegrasikan data kami dengan data demografi penduduk yang ada di BPS,” kata Agung.

Dalam kesempatan itu, beberapa Anggota Komisi I meminta adanya audit terhadap lembaga rating yang ada saat ini. Menurut mereka, audit tersebut sangat penting untuk memastikan ada tidaknya rekayasa survey. “Kita perlu memanggil lembaga survei tersebut ke Komisi I. Kita perlu tahu apa yang mereka pakai,” kata salah satu Anggota Komisi I. ***

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.