Ratusan Mahasiswa dan masyarakat memadati acara Literasi Media KPI di Kota Ambon, Kamis (25/10/2018).

 

Ambon – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kantor Staf Presiden (KSP) mengajak mahasiswa, organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Provinsi Maluku, untuk kritis terhadap media terutama media sosial. Pasalnya, informasi yang datang dari media sosial dan viral, kebenaran beritanya terkadang tak bisa dipertanggungjawabkan alias hoax.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, sikap kritis ini sangat penting untuk memilah serta memilih yang positif dan ketika hal itu dianggap manfaat baru kemudian disebarkan. Menurutnya, informasi yang bersumber dari media sosial terkadang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

“Proses pengolahan informasi di media sosial berbeda dengan proses yang ada media mainstream. Pengolahan informasi sebelum menjadi berita di media mainstream harus melalui rangkaian yang ketat dan sesuai dengan kaidah jurnalistik. Ada verifikasi sumber sehingga sangat kecil potensi hoaxnya,” kata Hardly di sela-sela acara Literasi Media KPI di Kota Ambon, Kamis (25/10/2018).

Karena telah melalui proses yang ketat, Harldy menganjurkan masyarakat untuk merujuk informasi dari media mainstream ketika informasi di media sosial tak jelas kebenarannya. “Bicara soal informasi, televisi masih lebih baik dari pada media sosial,” tuturnya di depan ratusan mahasiswa, perwakilan lembaga swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat yang ada di Kota berjuluk City of Music ini. 

Di forum yang sama, Staf Ahli bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP, Jojo Rahardjo mengatakan, sikap kritis itu harus ditanamkan agar dapat membedakan informasi yang baik untuk dikonsumsi atau sebaliknya. Menurut dia, sekarang ini peredaran berita hoax sudah menjalar kemana-mana dan massif sehingga hal itu terkadang dianggap sudah menjadi sebuah kebenaran. 

“Kadang informasi yang ada di medsos sudag dianggap sebuah kebenaran jika hal itu disampaikan beribu-ribu kali. Inilah kita sebut dengan era post-truth. Apakah layak kita menyaksikan tayangan atau informasi yang tidak benar atau palsu,” jelas Jojo dalam acara yang dipandu Ketua KPID Maluku, Mutiara Dara Utama.

Proses verifikasi kebenaran sebuah informasi harus dilakukan sebelum menilai berita itu dan kemudian disebarkan. Lebih baik memilih informasi yang mencerdaskan, tidak menakutkan dan mengarahkan persatuan dan memperkuat bangsa. 

“Saya mengajak semua kawan kawan untuk menimbulkan hal positif. Mari kita menyampaikan ruang positif dalam media sosial kita. Kita sebarkan hal-hal yang positif itu menyenangkan dan membahagiakan. Bukan menayangkan hal sebaliknya yang menakutkan,” pintanya. 

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku, Elviana M.E Pattiasina, mengingatkan lembaga penyiaran dan media lain untuk menghasilkan konten yang baik dan menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan. Menurutnya, pengetahuan yang baik itu akan menimbulkan rasa cinta terhadap bangsa dan negeri. 

Diakhir acara, Hardly mendorong mahasiswa dan masyarakat untuk menonton tayangan yang berkualitas karena hal itu akan memicu tumbuhnya program acara yang berkualitas. “Jika program bagus tidak ditonton maka program itu akan hilang. Karena itu kami mendorong masyarakat menonton tayangan yang berkualitas agar eksistensi program tersebut tetap berlangsung,” katanya.

Hardly menegaskan, antara regulasi dan literasi itu harus dijalankan bersama karena hal ini akan mendorong lahirnya masyarakat cerdas sekaligus tontonan berkualitas. ***