Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Menjadikan Hasil Survei KPI sebagai Tujuan Perusahaan Periklanan untuk Memasang Iklan di Lembaga Penyiaran” yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Rabu (10/10/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) sepakat menandatangani memorandum of understanding (MoU) dalam waktu dekat. Kerjasama ini untuk mendorong peningkatan kualitas program siaran televisi sekaligus mendorong pengiklan menempatkan iklannya pada tayangan berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas program siaran TV yang dilakukan KPI. 

Rencana MoU ini disampaikan keduabelah pihak dalam acara Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Menjadikan Hasil Survei KPI sebagai Tujuan Perusahaan Periklanan untuk Memasang Iklan di Lembaga Penyiaran” yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Rabu (10/10/2018).

Selain bicara MoU, dalam FGD yang ini, KPI mendapat dukungan dari Asosiasi Perusahaan Periklanan Indonesia (APPINA) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI). Kedua Asosiasi ini berkomitmen ikut mendorong pengiklan menempatkan iklannya di tayangan berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas program televisi yang dilakukan KPI.

Berdasarkan hasil survei indeks kualitas program siaran televisi KPI periode pertama, ada empat kategori program acara yang nilainya di atas standar yang ditetapkan KPI yakni kategori Anak, Wisata Budaya, Talkshow dan Religi. Adapun empat kategori program antara lain Infotainmen, Variety Show, Berita dan Sinetron, nilainya di bawah standar alias kurang.  

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, kerjasama ini untuk mendorong dan mengubah cara pandang pengiklan beriklan di sebuah program acara. Selama ini, rating masih menjadi hal yang menentukan kelangsungan hidup sebuah program. 

“Rating di Indonesia dilakukan oleh Nielsen Media Research (NMR) dan menjadi acuan utama stasiun televisi untuk memproduksi program acara. Angka rating yang tinggi dianggap sebagai satu-satunya indikator keberhasilan suatu program,” katanya. 

Hasil rating itu, juga menjadi acuan bagi perusahaan yang ingin mengiklankan produknya. Pengiklan akan membeli spot iklan pada program-program yang dinilai mempunyai rating tinggi. “Akibat dominasi rating ini, program acara di lembaga penyiaran televisi menjadi sama alias seragam karena mereka ramai-ramai membuat acara yang serupa dengan harapan mendapat rating tinggi,” jelas Yuliandre.   

Padahal, salah satu kelemahan dari rating yang jadi patokan lembaga penyiaran saat ini hanya mengukur aspek kuantitas, diukur dari banyaknya jumlah penonton untuk acara tertentu. “Angka itu tidak menilai apakah program acara itu penting atau tidak, baik atau tidak bagi pemirsa. Karenanya rating hanya mencerminkan program acara yang disukai oleh masyarakat,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Di tempat yang sama, Sekretariat Jenderal P3I, Heri Margono, menyatakan akan memegang komitmen mendukung langkah KPI untuk meningkatkan kualitas siaran di Indonesia. P3I akan mendorong pengiklan dan biro untuk menempatkan iklan di program acara berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas KPI.  

“Kami meminta seluruh anggota P3I melakukan ini dan menyebarkan pengaruhnya pada pengiklan yang lain. Kami sepakat untuk mendorong hal ini dan memberi penjelasan untuk memilih program berkualitas dan tidak hanya berpatokan pada rating saja,” kata Heri.

Dalam kesempatan itu, P3I mengingatkan mengenai dampak yang tidak pernah disadari pengiklan dan biro iklan ketika beriklan pada program. “Komitmen lain kami membuat brand safety untuk menghentikan beriklan pada program yang provakatif dan radikalisme,” katanya. 

Budi Satriyo, dari Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), ikut berkomitmen langkah KPI untuk mendorong beriklan pada program berlualitas. “Kami akan sosialisasikan hal ini. Ini komiten menjadi komitmen bersama kami meskipun tidak semua pengiklan masuk anggota kami. Kita pun bisa mengedukasi pengiklan untuk lebih baik lagi,” katanya.

Terkait hal itu, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), diwakil Bambang Prawiranegara, menyatakan setuju dengan upaya peningkatan kualitas isi siaran. “Kami ingin berikan tayangan yang berkualitas. Kami akan upayakan ini dan ini menjadi komitmen kami. Harapan tayangan yang sehat dan berkualitas tetapiu ratingnya tetap terjaga,” jelasnya. 

Sementara, dampak dari rating menyebabkan penonton televisi tidak punya banyak alternatif pilihan program. Meski saat ini total ada 15 stasiun televisi nasional (TVRI, Trans TV, Trans 7, Indosiar, ANTV, TV One, Metro TV, RCTI, SCTV, MNC TV, NET TV, Kompas TV, RTV dan JTV) plus puluhan televisi lokal, tetapi sajian dan program acara di masing-masing televisi tampak seragam. 

Menurut Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, pemirsa televisi tidak punya daya dan posisi tawar menawar dengan stasiun televisi. Program acara yang dinilai tidak mendidik, tidak pernah diperhatikan oleh stasiun televisi. Selama program acara mempunyai rating yang tinggi, cukup alasan bagi stasiun televisi untuk tetap menyiarkan acara tersebut.

“Kami berharap publik dapat manfaat dan pengiklan dapat berpartisipasi untuk program yang baik dan berkualitas untuk hidup lebih panjang khususnya untuk program anak. Kita ingin dapat support semua pihak agar KPI dapat buat kebijakan yang bermanfaat untuk masyarakat,” kata Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat.

Menurut Ubaid, khalayak harus diberi kesempatan mendapat tayangan televisi yang berkualitas. Hal ini untuk mengembang sikap kurang kritis terhadap media televisi. Pemirsa televisi harus bisa membedakan mana program acara yang bagus dan mana yang buruk. “Oleh karena itu KPI berharap kepada para perusahaan periklanan di Indonesia ikut berperan aktif dalam menempatkan iklan pada program-program yang berkualitas,” tandasnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.