Jakarta - Menyikapi peristiwa pengeboman di Gereja yang terjadi di Surabaya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau pada lembaga penyiaran untuk tetap menaati Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI 2012.

Peraturan KPI nomor 2 tahun 2012 tentang SPS, mengatur secara rinci bahwa lembaga penyiaran yang menayangkan program siaran jurnalistik senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik, termasuk di dalamnya aturan tentang muatan kekerasan dan kejahatan, peliputan terorisme, serta peliputan bencana. Secara umum, lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan korban bencana dalam kondisi-kondisi tertentu seperti manusia dengan kondisi yang mengenaskan akibat dari peristiwa kekerasan.

KPI juga mengingatkan lembaga penyiaran, baik televisi dan radio, untuk mengutip informasi dari narasumber yang terpercaya dan institusi yang berwenang, sebagai bentuk pemenuhan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi secara lengkap dan benar.

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, lembaga penyiaran punya kewajiban menyiarkan berita yang akurat di tengah masyarakat, dengan tetap menjunjung kode etik jurnalistik dan regulasi penyiaran yang ada. “Jangan sampai masyarakat menerima teror berulang, karena munculnya informasi dan berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya”, ujar Yuliandre.

Selain itu, KPI mengingatkan pula pada pengelola televisi dan radio, bahwasanya penyiaran memiliki fungsi perekat sosial. “Karenanya dalam kondisi saat ini, televisi dan radio harus menjalankan fungsinya sebagai perekat sosial di masyarakat, untuk menjaga situasi lebih kondusif”, pungkas Yuliandre.