Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Biem Triani Benyamin saat berkunjung ke kantor KPID DKI Jakarta, Rabu (9/5/2018).

 

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Biem Triani Benyamin menyatakan pesimis Revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran akan disahkan DPR RI dalam waktu dekat.  “Saya pesimis tahun 2019 undang-undang tersebut akan disahkan. Karena masih ada perbedaan pendapat yang belum dapat disatukan,  terutama menyangkut apakah memakai single mux atau multi mux dalam pengelolaan frekuensi,” ujar Biem.

Biem menyampaikan perkembangan pembahasan yang saat ini belum tuntas di DPR. Hal itu disampaikan dalam kesempatan penyerapan aspirasi dalam masa reses DPR RI di kantor Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (9/5/2018). Dalam kunjungan kerja, Putra Seniman Betawi Benyamin Suaeb tersebut diterima Ketua KPID DKI Jakarta Kawiyan dan seluruh komisoner.

Ditambahkan Biem, tahun 2019 yang merupakan tahun politik juga tidak memungkinkan dilakukan pengesahan Undang-Undang Penyiaran. Namun ia berjanji akan  mendesak Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah terutama terkait aturan memperkuat Kelembagaan dan penganggaran KPID. 

“KPID ini sangat penting fungsinya terutama dalam pemantauan siaran dan proses perizinan Lembaga Penyiaran, sehingga sebelum disahkannya Undang-Undang yang baru perlu ada solusi yang menjebatani aturan agar KPID tetap bisa berfungsi. Kalau tidak nanti akan mengganggu kinerja KPID di seluruh Indonesia. Kami akan bawa persoalan ini ke Rapat Kerja dengan Kementerian,” jelasnya.  

Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah.

Merespon pernyataan Biem, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengatakan hal itu selaras dengan keinginan lembaganya yang tertuang dalam Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2018 Se-Indonesia di Palu, awal April lalu. Dalam rekomendasi itu, KPI mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang penganggaran dan kelembagaan KPID. 

“KPI juga meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan Peraturan Mendagri (Permendagri) tentang Pedoman Penyusunan APBD KPI Daerah se-Indonesia melalui hibah berkelanjutan,” kata Ubaid saat dihubungi kpi.go.id.

Ubaid menjelaskan, pihaknya telah bersurat kepada Gubernur se-Indonesia untuk memfasilitasi KPI Daerah dengan anggaran dan SDM Aparatur Sipil Negara (ASN) non struktural minimal berjumlah 6 (enam) orang terdiri dari: 1 (satu) orang fasilitasi fungsi penyusunan program dan rencana kerja serta pelaporan, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan keuangan dan aset, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang Isi Siaran, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang PS2P, 1 (satu) orang fasilitasi pelayanan fungsi bidang kelembagaan, 1 (satu) orang SDM koordinator/penanggungjawab. 

“Kami pun mendesak Pemerintah, dalam hal ini DPR dan Presiden, untuk segera mengesahkan revisi Undang-Undang Penyiaran di tahun 2018. KPI Pusat juga melakukan pemetaan terhadap kelembagaan KPI Daerah terkait persoalan KPID,” jelas Ubaid.

Problematika KPID DKI Jakarta

Sementara itu, Ketua KPID DKI Jakarta, Kawiyan, saat menerima kunjungan Biem menyatakan hal yang sama soal pentingnya penguatan Kelembagaan KPID mutlak dilakukan dengan mendesak segera disahkannya RUU Penyiaran. 

“Persoalan single atau multi mux sepenuhnya kami serahkan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk memutuskannya bijaksana. Karena Frekuensi merupakan milik public maka aturan siapa yang mengelolanya juga harus mencerminkan kepentingan publik,” ungkap Kawiyan.

Ditambahkan Kawiyan bahwa yang tak kalah penting dalam revisi UU Penyiaran tersebut adalah persoalan penguatan kelembagaan KPID. Saat ini banyak KPID di daerah yang anggarannya dihentikan menyusul adanya Surat Edaran dari Menteri Dalam Negeri No. 903/2930/SJ tentang Kelembagaan dan Penganggaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). 

Tertundanya pengesahan Undang-Undang Penyiaran dan adanya Surat Edaran Mendagri membuat banyak Gubernur yang menjadi kebingungan dalam penganggaran KPID. Bahkan, ada Gubernur yang sama sekali tidak mau mengalokasikan anggarannya untuk KPID sehingga aktivitas KPID yang sangat penting dalam mengawasi konten siaran sangat terganggu. 

“Bahlan dengan adanya polemik ini, kami di KPID DKI Jakarta dalam waktu 2 bulan terakhir ini anggarannya dibekukan oleh Dinas Kominfotik DKI Jakarta yang menjadikan terhentinya operasional dan tidak dibayarkannya honor honorarium komisioner dan tenaga ahli kami selama dua bulan,” papar Kawiyan.

Biem menyatakan akan membantu mencarikan jalan keluar persoalan yang dihadapi oleh KPID. Ditegaskannya pula bahwa sebelum adanya aturan yang baru keluar Daerah harus tetap mensuport aktivitas KPID.

“Itulah yang saya tidak setuju. Mestinya, meskipun Undang-Undang Penyiaran belum disahkan, anggaran untuk KPID tidak boleh dihentikan, apakah itu dari APBN atau dari APBD,” tegas Biem. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.