Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Dewi Setyarini, pada acara World Press Freedom Day 2018 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (8/5/2018).

 

Jakarta – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Dewi Setyarini, sependapat dengan pernyataan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, soal kebebasan pers jangan dianggap remeh. Pasalnya, kebebasan pers sangat berkaitan dengan kemajuan budaya sebuah bangsa. Hal itu disampaikan Hilmar pada acara World Press Freedom Day 2018 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Namun Dewi mengingatkan, kebebasan pers harus diimbangi dengan penghormatan terhadap keberagaman yang ada pada suatu bangsa. Menurutnya, keberagaman merupakan sebuah anugerah sekaligus kekayaan sebuah bangsa karena di dalamnya terdapat beraneka ragam khazanah budaya, bahasa, seni dan identitas berbeda lainnya.

“Keberagaman adalah hak mutlak yang diperlukan di negara yang memiliki keberagaman tersebut. Karena itu, keberagaman seharusnya menyatukan bukan memecah belah dan media memiliki peran untuk menyatukan kondisi tersebut,” kata Dewi  saat menjadi pembicara sesi ke 2 acara World Press Freedom Day 2018 di Hotel Fairmont yang diinisiasi oleh Unesco.

Dewi menjelaskan, KPI sebagai lembaga negara diamanahkan UU Penyiaran menjaga keberagaman tersebut melalui penyiaran. Bahkan, di dalam UU Penyiaran keberagaman konten dan keberagaman kepemilikan harus dikembangkan.

“Untuk menjaga keberagaman penyiaran itu harus ada sinergi berbagai pihak. Upaya secara bersama-sama sangat diperlukan untuk membangun diversity of konten dan diversity of ownership dalam penyiaran tersebut,” kata Dewi.

Sementara itu, Hilmar menyampaikan, kebebasan pers itu berkorelasi dengan kemajuan kebudayaan. Karenanya, kebebasan pers harus dijaga dan di rawat. Menurutnya pers, bukan hanya untuk pers itu sendiri. “Tapi kerja pers, mendaku pada kepentingan publik. Pers juga menjadi instrumen untuk mendorong kemajuan budaya. Kebebasan pers juga berpengaruh pada pengembangan kreativitas,” katanya.

Hilmar mengatakan, kreativitas tidak akan muncul jika dikekang. Inovasi tak akan lahir, bila ada pembatasan apalagi represi. Tapi kreativitas dan inovasi bisa lahir dalam suasana kebebasan. Maka, kebebasan pers bisa mendorong lahirnya beragam kreativitas. “Kita tidak bisa mengembangkan energi kreativitasnya tanpa adanya kebebasan,” tambahnya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.