Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, saat di Majalah Gatra.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus mendorong pemerintah dan swasta melakukan pembangunan infrastruktur dan pengembangan penyiaran di wilayah perbatasan. Upaya ini untuk mengantisipasi pengaruh buruk dari massifnya siaran negeri tetangga yang bisa mengakibatkan tergerusnya rasa nasionalisme dan ideologi kebangsaan masyarakat setempat.

Saat ini baru empat daerah di wilayah perbatasan telah mendapatkan jaringan siaran televisi lokal maupun nasional. Ke empat daerah tersebut yakni Sungai Pakning (Riau) , Balai Karangan (Kalimantan Barat), Nunukan (Kalimantan Utara) ketiga daerah yang disebutkan berbatasan dengan Malaysia, dan Atambua di NTT (berbatasan dengan Timor Leste).

“Siaran di perbatasan menjadi prioritas. Jangan lagi kita kehilangan wilayah-wilayah perbatasan masuk ke negara lain karena terpengaruh siaran dari negara tersebut. Selama ini, mereka banyak nonton siaran dari negara tetangga karena tidak sama sekali siaran nasional yang masuk di sana,” kata Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, saat berkunjung ke Redaksi Majalah Gatra, Selasa (28/11/2017).

Hadirnya siaran nasional di wilayah perbatasan tidak hanya menjadi pemain bertahan dari siaran negeri tetangga tetapi juga bisa sebagai penyapu masuknya paham-paham radikalisme. Kekhawatiran itu sangat beralasan karena daerah-daerah tersebut tidak menjadi perhatian sehingga menjadi sasaran empuk mereka. “Selain itu, adanya siaran nasional maupun lokal bisa menjadi media pembanding,” jelas Agung.

Menurut Agung, ada banyak daerah di wilayah perbatasan belum terjaring siaran nasional maupun lokal. Padahal, fokus pembangunan pemerintah saat ini dimulai dari wilayah tersebut atau yang lebih dikenal dengan 3T (terdepan, tertinggal dan terpencil).

“Tahun 2018 KPI dan Pemerintah menargetkan bisa membanjiri lebih dari 30 daerah di wilayah perbatasan dengan siaran nasional,” paparnya di depan jajaran Redaksi Majalah Gatra. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.