Foto dari analisadaily.com

 

Medan - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Sumatera Utara mengimbau lembaga penyiaran (televisi) tidak menayangkan unsur kekerasan, mistik atau kekuatan supranatural yang dikuatirkan dapat ditiru anak-anak dan remaja.

Soalnya, sepanjang 2016 KPID telah menemukan sejumlah pelanggaran yang menyalahi Undang-Undang No32 Tahun 2002 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Tahun 2012.

“Terkait persoalan ini, lembaga penyiaran tersebut telah diberikan sanksi administratif berupa teguran,” ujar Ketua KPID Sumatera Utara, Parulian Tampubolon kepada wartawan dalam jumpa pers, di Aula Kantor KPID Sumut, Senin (12/6).

Dalam pertemuan bertopik “Membangun Bangsa Melalui Program Siaran yang Sehat” ini dihadiri komisioner KPID Sumut, Ramses Manulang, Jaramen Purba, Muhammad Syahril, Andrian, Meutya dan Ahmad Karo-karo.

Parulian menyatakan, dalam membangun dan mempertahankan karakter bangsa dari arus globalisasi yang sangat terbuka dibutuhkan peran serta media cetak dan elektronik guna memberikan informasi akurat dan proporsional serta bertanggung jawab dalam membangun karakter bangsa.

Namun, harus menjadi perhatian khusus bagi lembaga penyiaran agar menyajikan informasi sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik yang akurat dan melakukan ralat jika informasi tidak akurat seperti tertuang dalam SPS Bab XVIII, Pasal 40 (cukup jelas). Sebab, penyiaran di-selenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa.

Koordinator Bidang Kelembagaan KPID, Muhammad Syahril  mengatakan dalam upaya meningkatkan pengawasan pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku lembaga penyiaran, KPID Sumut akan memperpanjang tangan dengan membentuk gugus tugas di kabupaten/kota.

Ini dimaksudkan untuk memantau format siaran terutama menghadapi Pilkada 2018. Artinya dalam setiap pemberitaan, siaran kuncinya  harus berimbang. Sebagai lembaga negara independen yang mengawasi isi siaran televisi berjaringan tersebut, KPID menekankan penayangan siaran konten lokal sesuai SPS Bab XXV Pasal 68.

“Namun, dalam pelaksanaannya masih ada lembaga penyiaran yang tidak memenuhi 10 % konten lokal dilihat dari jam tayang per hari,” papar Syahril, mantan Ketua Sumut ini seraya berjanji  KPID akan memberikan award bagi lembaga penyiaran yang memenuhi kriteria siaran.

Menyinggung tentang konten lokal, Jaramen Purba menyebutkan siaran lokal bagi Radio harus menayangkan program siaran lokal 60% per hari dan siaran asing 30 % per hari. Namun, diakui masih dijumpai beberapa radio melebihi 30 % siaran asing per hari dan menayangkan program siaran  konten lokal kurang dari 60 %.

“Selain itu kami juga me¬nemukan pada program siaran konten lokal yaitu informasi yang tidak akurat. Bahkan disiarkan re-run secara beru¬lang-ulang oleh televisi. Ini dinilai sebagai upaya mem¬bo¬hongi dan menyesatkan publik dengan informasi yang tidak akurat itu. Seperti konten lokal “Expedition-Gliding Above Samosir”, sebut Jaramen.

Bukan hanya itu katanya, konten lokal yang ditayangkan lembaga penyiaran bukan produksi lokal dan mencantumkan character generator (CG) di layar televisi sebagai konten lokal. Ini terindikasi lembaga penyiaran itu ingin mengelabui konten lokal yang terdapat pada program “Pagi-pagi”.

Hal senada diungkapkan Pengawas Isi Siaran KPID Sumut, Andrian. Dia menyebutkan program tayangan sinetron “Boy” menampilkan tindakan kekerasan di lingkungan remaja secara berulang-ulang. Begitu juga pro¬gram siaran “Gajah Mada” dari lembaga penyiaran lainnya menampilkan tayangan yang mengandung unsur kekerasan, mistik/kekuatan supranatural dan lainnya.

“Jajak pendapat KPID dengan masyarakat tentang 10 televisi swasta bulan Januari 2016 menilai, muatan televisi belum seluruhnya menayangkan program untuk mendidik, banyak muatan kekerasan program  anak, sinetron berlatar sekolah, geng motor, infotaiment mengumbar aib, pemberitaan tidak netral, tidak akurat dan cenderung fitnah”,ujar Andrian.

Perizinan

Tentang perizinan, Koordinator Bidang Perizinan KPID Sumut, Meutya menjelaskan, ada perubahan penting dalam Permen Nomor 18 Tahun 2016 yakni percepatan proses perizinan yang semula 104 hari kerja menjadi 61 hari kerja. Namun, tidak ada perpanjangan izin prinsip penyelenggaraan penyiaran.

“Pendelegasian penandatanganan izin dari menteri ke dirjen, mempersingkat proses birokrasi. Sedangkan pengaturan tahapan perizinan lebih jelas, baik di sisi KPID, KPI dan Kominfo tidak lagi melibatkan pemda dalam proses perizinan. Ini sesuai dengan ketentuan UU No23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Proses perizinan secara elektronik,” katanya. Red dari analisadaily.com