Kandangan – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), bersama Balai Monitoring Frekuensi (Balmon) Banjarmasin, akan melakukan tindakan tegas terhadap radio ilegal, atau yang bersiaran tanpa mengantongi izin.

Hal tersebut diungkapkan Ketua KPID Kalsel HM Farid Soufian, dalam program ‘talkshow’ Hari Penyiaran Nasional (Hasiarnas) Ke-91, Senin (1/4/2024) di Kradio Purnama Nada 98,2 FM Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).

M Farid Soufian menegaskan, Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) radio maupun Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) radia, wajib memiliki Izin Stasiun Radio (ISR) dan Izin  Penyelenggaraan penyiaran (IPP).

“Jika ada yang tidak memiliki kedua izin tersebut, lalu seenaknya saja bersiaran, tentunya ini sangat merugikan lembaga penyiaran yang sudah memiliki izin,” terangnya.

Farid Soufian mengimbau, lembaga radio baru yang ingin mengudara di Bumi Rakat Mufakat untuk tertib perizinan. Jika belum memiliki izin dan sudah terlanjur mengudara, hentikan aktivitas sampai izin terbit.

“Lembaga Penyiaran yang memiliki izin, tentunya mereka membayar pajak. Lalu, jika mereka yang tidak memiliki izin, apa yang dibayarkan,” ujarnya.

Sementara itu, Balmon juga terus melakukan upaya pemantauan, hingga penertiban siaran radio di berbagai daerah. Red dari berbagai sumber

 

 

 

Palu -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar kegiatan Literasi Media Digital Lembaga Penyiaran. Dalam kegiatan tersebut, KPID Sulteng berkolaborasi dengan lembaga penyiaran televisi dan radio pada Senin (1/4/2024). Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan agenda buka puasa bersama.

Ketua KPID Sulteng Indra Yosvidar menuturkan kegiatan ini sebagai ajang silahturami komisioner KPID Sulteng bersama awak media. "Ini kegiatan santai sebagai wadah silahturami kita semua," ujar Indra Yosvidar. 

Indra Yosvidar menceritakan tahun ini merupakan tahun kedua kepemimpinannya dalam KPID. "Ini sudah tahun kedua kami sebagai komisioner KPID. Masa pengabdian kami hingga 3 tahun," jelas Indra Yosvidar. 

Indra Yosvidar berharap melalui kegitan ini insan media dan komisioner KPID semakin erat bersinergi.

Kegiatan ini berlangsung di KFood and Cafe Jl Yojokodi, Kelurahan Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu. Red dari berbagai sumber

 

 

 

Padang – Gelar Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat minta lembaga penyiaran tingkatkan kualitas konten siaran agar lebih bervariatif.

Kegiatan sekolah P3SPS merupakan program unggulan KPID Sumbar yang telah dilaksanakan sejak tahun 2023. Hal ini didasarkan pada realitas hasil pemantauan yang telah dilakukan dalam setahun dengan hasil kurangnya kualitas konten siaran.

Menurut Robert Cenedy, selaku Ketua KPID Sumbar dalam sambutannya mengatakan, dari hasil pemantauan, pihaknya melihat kualitas program siaran semakin menurun.

“Hal tersebut terjadi karena adanya deviasi dan konten siaran saat ini hanya mengikuti kebutuhan pasar serta rating yang bagus,” ujarnya, Rabu (20/3).

Dalam kegiatan ini hadir juga Wakil Ketua Komisi 1 DPRD Provinsi Sumbar Maigus Nasir, Kadis Kominfotik Sumbar Siti Aisyah, Ketua KPID Sumatera Barat Robert Cenedy, dan narasumber kegiatan yaitu Wakil Ketua KPID Sumatera Barat Eka Jumiati, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Ficky Tri Saputra, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Baldi Pramana, Yusrin Tri Nanda, Koordinator Bidang PKSP Dasrul, Koordinator Bidang Kelembagaan Edra Mardi serta rekan-rekan Lembaga Penyiaran Televisi dan Radio.

Robert juga menyampaikan harapannya melalui sekolah P3SPS ini agar konten yang hadir nantinya dapat berubah dan meningkat kualitasnya.

Menurut robert, P3SPS tidak pernah membatasi ruang gerak untuk Lembaga Penyiaran dapat berinovasi, tapi tujuan P3SPS adalah untuk menyamakan persepsi agar konten yang disiarkan sesuai.

Disamping itu, Maigus Nasir dalam sambutannya menyampaikan agar lembaga penyiaran tidak bertahan karena eksistensi saja tanpa melakukan perubahan pada konten siaran serta jangan mengabaikan muatan lokal, walaupun muatan lokal pada program siaran terkadang dianggap kuno.

Menurut Maigus, kunjungan ke Sumatera Barat untuk wisata dan budaya beberapa tahun belakang hingga saat ini sangat tinggi, namun publikasi tersebut melalui medianya yang sangat minim.

Peran DPRD Provinsi Sumbar dalam mendorong penyiaran salah satunya dilakukan melalui Perda Penyiaran yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan yang diharapkan dapat rampung dalam tahun 2024.

Maigus menyampaikan, target dari Perda Penyiaran ada tiga poin, yaitu memberikan penguatan kepada Lembaga Penyiaran di Sumbar, pengendalian konten siaran bernilai kearifan lokal dan kepastian anggaran bagi Lembaga Penyiaran.

Selaras dengan ini, Siti Aisyah juga menyampaikan Pemprov Sumbar akan dukung terwujudnya Perda Penyiaran lokal, agar Sumatera Barat dapat terekspos dengan baik.

Menurutnya, lembaga penyiaran juga harus diapresiasi sesuai dengan konten siaran dan komitmennya dalam melaksanakan tugas sesuai amanat Undang-undang 32 tentang Penyiaran, begitupun sebaliknya kepada lembaga penyiaran yang bermasalah juga harus ditindak sesuai regulasi yang berlaku.

Dalam usaha menguatkan Lembaga Penyiaran di Sumatera Barat, Siti Aisyah berharap Lembaga Penyiaran dapat menjadi penggerak branding topik nantinya. Red dari berbagai sumber

 

Surabaya - Dalam rangka menghormati masyarakat muslim yang tengah menjalankan ibadah puasa, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Timur mengajak seluruh lembaga penyiaran untuk menyesuaikan konten yang disiarkan. 

Langkah ini diharapkan dapat mendukung prosesi ibadah puasa dengan tidak menayangkan materi yang dapat mengganggu umat muslim dalam menjalankan kewajibannya. 

Komisioner KPID Jawa Timur, Afif Amrullah, dalam wawancara dengan RRI menyampaikan bahwa penghormatan ini termasuk menghindari tayangan kuliner di siang hari dan menambah durasi konten yang mengandung unsur dakwah. 

"Prinsip kita menghormati masyarakat yang sedang beribadah puasa seperti menghindari tayangan kuliner disiang hari dan menambah durasi konten bermuatan dakwah," ucap Afif, pekan lalu. 

Aliyudin, seorang mahasiswa asal Surabaya, turut mendukung inisiatif yang dicanangkan oleh KPID Jatim. Menurutnya, meskipun tayangan kuliner tidak mempengaruhi keteguhan dirinya untuk berpuasa, konten yang memperkuat iman dinilai lebih bermanfaat. 

"Saya sependapat, meskipun dengan konten kuliner tidak menyurutkan niat ibadah saya, tapi saya setuju dengan konten dakwah karena menguatkan iman agar tidak tergoda," tutur Ali, panggilan akrab Aliyudin. 

KPID Jatim tidak hanya berfokus pada konten Ramadan saja, tetapi juga memperhatikan tayangan yang ramah anak. Hal ini sejalan dengan visi untuk membentuk generasi penerus yang mendapatkan edukasi positif melalui tayangan yang mendidik, sebagai upaya menciptakan masa depan Indonesia yang lebih cerah dan berkualitas. 

Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi lembaga penyiaran dalam menyusun program selama bulan suci Ramadan, demi menciptakan suasana yang kondusif bagi umat muslim untuk menjalankan ibadah puasa, sekaligus memperkaya konten edukatif bagi anak-anak Indonesia. Red dari berbagai sumber

 

 

Soreang -- Perlindungan hak-hak perempuan dan anak dalam tayangan media menjadi hal yang penting, apalagi perempuan adalah pilar utama dalam agama dan negara. Berbagai regulasi telah diterbitkan untuk memastikan perlindungan mereka, mulai dari UUD 1945 hingga peraturan daerah.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar, Adiyana Slamet dalam kegiatan Literasi Media bertajuk "Siaran Ramah Anak dan Perempuan" bersama puluhan ibu-ibu majelis taklim di Masjid Besar Soreang, Kabupaten Bandung, Rabu (13/3/2024).

"Perempuan itu adalah tiang agama dan tiang negara, saking pentingnya perempuan ini, berbagai undang-undang dilahirkan untuk menjamin perlindungan hak-hak perempuan, mulai dari UUD 1945, Undang-Undang 32 tahun 2002 hingga peraturan daerah. Apa jadinya jika perempuannya dirusak, maka yakinlah negaranya akan runtuh, dan itu tertuang dalam Al Quran surat An-Nisa, maka perempuan itu adalah madrasah pertamanya keluarga untuk menjaga semuanya," ungkap Adiyana.

Meskipun demikian, catatan KPID Jabar menunjukkan dalam tiga tahun terakhir, kasus pelanggaran terhadap program ramah anak dan perempuan di Jawa Barat menduduki peringkat pertama.

"Di Jawa Barat menurut catatan kami, dalam kurun waktu 3 tahun terakhir secara berturut-turut pelanggaran program ramah anak dan perempuannya tertinggi. Pada tahun 2023 kami mencatat ada 136 pelanggaran baik aduan maupun laporan masyarakat, 50 pelanggaran di antaranya merupakan pelanggaran tentang perlindungan anak, klasifikasi remaja dan perlindungan perempuan. Belum lagi 33 kasus tentang program klasifikasi dewasa yang ditayangkan tidak sesuai pada jam nya," terangnya.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, Adiyana berharap pemahaman yang kuat tentang martabat perempuan dapat memperkuat pondasi agama dan negara. Ia menegaskan, perempuan yang memiliki pemahaman kuat akan memperkuat kedudukan agama dan negara, sehingga tidak akan mudah digoyahkan apapun.

"Maka kami berharap sesuai amanat undang-undang bahwa jika perempuan ketika kuat pemahamannya, maka yakinlah bahwa tiang agama, tiang negara itu kuat tidak bisa digoyangkan oleh apapun," pungkas Adiyana Slamet.

Senada, Komisioner Bidang Kelembagaan, Syaefurrohman Achmad menuturkan, dalam momentum bulan yang pernuh berkah dan rahmat diharapkan menjadi upaya bagi lembaga penyiaran untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan, seperti menghadirkan program ramah anak dan perempuan sesuai dengan peraturan berlaku.

"Adapun di bulan Ramadhan ini, kami menyiapkan aturan main yang menjadi keharusan untuk dipenuhi oleh lembaga penyiaran, mulai dari kepatutan busana, tidak menampilkan muatan seks, tidak menampilkan adegan erotis, tidak melakukan cacian hingga makian kasar, dan kami harap ini bisa menjadi momentum untuk lembaga penyiaran untuk melahirkan program yang ramah anak dan perempuan untuk masa depan penerus bangsa," jelas Achmad.

Sementara Praktisi Komunikasi Jabar, Neneng Athiatul Faiziyah mengatakan, selain hal telah diatur dalam undang-undang dan menjadi kewajiban yang harus dilakukan Lembaga Penyiaran, tayangan yang tidak ramah anak dan perempuan dapat memberikan berbagai dampak buruk baik secara fisik maupun psikis. 

"Dampaknya jelas sangat buruk untuk anak maupun perempuan, mulai dari Lupa Waktu, Meningkatkan Daya Konsumtif, Membuat angan angan menjadi terlalu tinggi, mengganggu pengelihatan, hingga Meniru hal hal yang tidak pantas akibat tayangan yang tidak sehat, bahkan tidak sedikit juga kita temukan berbagai kasus yang dilakukan oleh anak anak kita akibat terinspirasi tayangan TV dan sayangnya hal yang di tiru itu bukan hal baik melainkan hal yang tidak manusiawi," kata dia.

Selaras dengan Neneng, Akademisi Universitas Islam Bandung, Tia Muthia Umar menilai, peran orangtua dalam mengawasi tayangan yang disaksikan anak pun menjadi hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan. 

"Meskipun memang sudah ada regulasi yang mengatur untuk berbagai tayangan dari Lembaga Penyiaran, peran orang tua pun tetaplah penting dalam mengawasi anak ketika menyaksikan TV ataupun mendengarkan Radio, guna meminimalisir dampak negatif yang di timbulkan dari tayangan TV maupun Radio," tandasnya.

Apresiasi besar pun diberikan, Penasihat Mesjid Besar Soreang, Budhi Muthahar Busro. Menurutnya, kegiatan seperti ini perlu terus dilakukan agar masyarakat memahami pengaruh dari media bahkan media sosial untuk anak-anaknya. Apalagi anak merupakan aset besar yang akan meneruskan estafet pembangunan bangsa. Red dari berbagai sumber

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.