Jakarta - Sosialisasi P3 & SPS terus dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kepada berbagai asosiasi dan mitra kerjanya.  Diantara mitra kerja yang ikut hadir dalam acara sosialisasi P3 & SPS di kantor KPI Pusat (28/5) adalah Kementrian Sosial, Kementrian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Lembaga Sensor Film (LSF), dan Komnas Perlindungan Anak.  Sedangkan dari KPI Pusat, yang menyampaikan paparan tentang P3 & SPS adalah Ezki Suyanto didampingi Nina Mutmainah dan Iswandi Syahputra.

Ezki menyampaikan tentang proses pembuatan P3 & SPS 2012 yang mulai disuarakan sejak Oktober 2010. “Semua itu bermula dari pemikiran bahwa P3 & SPS 2009 harus direvisi untuk dapat menampung keluhan dan aspirasi publik”, ujarnya. Hal senada juga ditegaskan oleh Nina Mutmainah, bahwa penyusunan P3 & SPS dilakukan secara terbuka. “DPR pun tahu bahwa KPI membuat P3 & SPS ini tidak sembunyi-sembunyi”, tegasnya.  Untuk itu, lanjut Nina, penolakan yang dilakukan industry televisi atas P3 & SPS ini akan menjadi “Rapor” dalam perpanjangan izin lembaga penyiaran yang bersangkutan.

Mitra KPI yang hadir pun mendukung peraturan yang dirumuskan KPI dalam P3 & SPS. Dari kementrian sosial bahkan menyampaikan keresahannya atas tayangan televisi yang seenaknya menyiarkan selebriti hamil 3 bulan di luar nikah.”Dimana letak perlindungan televisi pada anak”, ujar perwakilan Kementerian Sosial tersebut.

Apresiasi serupa juga disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).  Menurutnya, KPI harus jadi wasit dalam dunia penyiaran. “Kalau swasta bersalah, KPI harus tegas mengatakannya. Jangan sampai televsi menjadi corong kepentingan tertentu”, ujar IDI. Lebih jauh IDI menyoroti banyaknya siaran kesehatan yang “misleading”. Juga iklan produk kesehatan yang memberikan “efek seketika” yang secara sebenarnya melanggar etika kedokteran. Untuk itu IDI mendorong KPI bekerja penuh, sekalipun kerja penegakan aturan di dunia siaran ini akan sarat dengan konflik. Tapi IDI akan back-up penuh KPI untuk jalankan kewenangannya.

Dukungan lain diberikan pula oleh Komnas Perlindungan Anak yang berharap P3 & SPS ini dapat menata penyiaran negeri ini menjadi lebih baik. Karena memiliki dampak pada perubahan sosial di bidang publik. Sedangkan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), KPI berharap dapat segera duduk bersama untuk merumuskan aturan penyiaran selama bulan Ramadhan. “Keluhan yang masuk dari masyarakat, tayangan ramadhan di televisi terlalu banyak yang penuh senda gurau dan tidak berhubungan langsung dengan ramadhan”, ujar Johan Tjasmadi dari MUI. 


KPI juga menyosialisasikan adanya kewajiban lembaga penyiaran untuk menyiarkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) sebanyak 10% dari batasan 20% iklan yang ditayangkan. “Bahkan instansi pemerintah dapat meminta potongan harga hingga 50% untuk tayangan ILM ini”, ujar Ezki. Dalam penutup, komisoner bidang isi siaran ini menegaskan kembali komitmen KPI membela kepentingan publik lewat P3 & SPS. “Sekalipun harus berhadapan dengan industry penyiaran, lantaran P3 & SPS ini dianggap terlalu pro publik”, pungkas Ezki.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.